2012, aku tidak tau berapa banyak
air mata yg terbuang tahun ini, berapa ribu langkah yg sudah ku tempuh untuk
menggapai sesuatu yg pada akhirnya sampai saat ini belum aku dapatkan. Bahkan
di tahun ini, aku memvonis diriku bodoh dan gagal. Hari ini aku duduk selama 5
jam di tempat yang sama, seorang diri bertemankan nescafe dingin, bahkan perasaanku
pun ikut membeku di dalamnya. Akhirnya aku meneteskan air mata, ketika melihat
beberapa orang yang tampak sangat akrab. Mereka terlihat begitu menikmati waktu
yang tersisa di tahun 2012 ini, andai saja aku sedang di rumah bersama mereka
sekarang, ahh.. Sekarang sadar, kenapa Tuhan tidak mengizinkan aku kuliah di
tempat yang jauh, mungkin aku belum cukup mandiri untuk bisa hidup jauh dari
mereka, ya mungkin..
Sekarang pandanganku tertuju pada
pria dan wanita yang baru saja memasuki ruangan yang ku huni sejak beberapa jam
yang lalu itu. Mereka terlihat begitu dekat dan aku menyimpulkan bahwa mereka
adalah sepasang sejoli. Sejoli yang kuperkirakan umurnya beberapa tahun lebih
muda dariku itu kemudian duduk bersama. Aku teringat, aku juga pernah melakukan
hal yang sama, ketika aku berfikir kaulah bulan, kaulah bintang, ahh bodoh,
bocah bau kencur sudah pacaran. Untuk ini, aku tak mengizinkan sebutir air
matapun keluar.
Aku kembali menyeruput nescafeku
yang tinggal 3/5 dari isi gelas panjang di hadapanku. Rasanya dingin sampai
ketenggorokan, sesak di dada mulai terasa. Kali ni aku memperhatikan seorang
pria yang duduk di sudut ruangan. Aku memperhatikannya dari belakang, rambutnya
lurus, jigrak. Kulitnya putih, memakai kemeja hitam, memainkan hp sambil
sesekali menyeruput lemon tea ny, tampak hidungnya yang bangir, dan sepotong
alis tebalnya. Aku ternhenyak. Dia seperti... seperti orang yang selama ini ada
dalam doaku. Aku terus memperhatikannya, samar-samar, akhirnya aku tersadar dia
pun menoleh ke arahku, ahh ternyata aku salah orang, matanya sipit, tidak sayu
seperti pria yang kukagumi selama 3 tahun terakhir ini. Aku segera berpaling,
kulihat beberapa capture sms hpku yang lama sudah ku salin. Sekarang aku
benar-benar yakin aku mencintaimu, bukan sekedar menyukaimu. Beberapa butiran
bening jatuh di atas layar hp yang menampilkan capture sms.
Tak terasa, 2 tahun lebih sudah
berlalu. Masihkah ada ragu di hatimu? Biar beberapa bongkahan es batu di dalam
gelas ini yang jadi saksi betapa dinginnya hatiku tanpamu, aku masih ingin menunggu,
menunggumu lebih lama lagi.
Tapi ga nyadar, aku juga ngikut jadi cool loh.
Aku menarik nafas dalam-dalam,
lalu diam lagi sambil memandangi sekelilingku. Kali ini sepertinya dia seorang
dokter, aku melihat jas putih tersangkut di tangannya. Rambutnya sudah hampir
putih semua, kacamatanya juga tebal sekali seperti pantat botol, bersama
seorang anak kecil dengan mulut bercelemot es krim, mungkin cucunya, pikirku. Aku
mengabaikannya sejenak, tapi kemudian pikiranku melayang jauh ketika aku masih
kanak-kanak. Kala itu, nyawa manusia seperti tak ada harganya. Kepala manusia
bertebaran di mana-mana. Ku rasa tak ada yang menyangka, aku pernah berada
dalam peristiwa itu, perang antara suku madura dan dayak. Ya, saat itu aku
berada di Kalimantan Barat, menjadi saksi hidup yang melihat betapa
mengerikannya saat itu. Saat itu aku tinggal di sebuah kota kecamatan,
singkatnya aku mengalami kecelakaan dan keluargaku membawaku ke sebuah rumah
sakit di kota provinsi, Pontianak. Di jalan, aku sangat takut, mobil kami di
periksa oleh gerombolan orang bertelinga panjang, untung saja tak ada senjata
tajam, sambil mereka membaui kami untuk memastikan bahwa kami bukan suku
madura. Sampai di rumah sakit, aku diperiksa, kemudian di rongsen, ku lihat
kedua orang tuaku sangat serius bercakap-cakap dengan dokter itu, lalu.... mama
menangis, saat itu aku juga ikut menangis, ku pikir aku akan mati. Hari ke hari
tanganku masih saja sangat berat, tak bisa digerakkan sedikitpun. Terdengar
olehku bahwa tanganku harus diamputasi. Saat itu, aku benar-benar bahagia,
tanpa tau apa arti amputasi, tanpa tau aku akan hidup cacat, tanpa tau betapa
perihnya hati kedua orang tuaku, aku benar-benar bahagia bahwa aku belum akan
mati, ya saat itu.. Hingga akhirnya datang seorang kakek, berkacamata dan berambut
putih menghampiri tempat tidurku, namanya siapa? Sapanya waktu itu, dia ramah
sekali. Singkat cerita saat itu aku tidak boleh makan, aku selalu menangis karena
tidak diizinkan ‘ngedot’, akhirnya aku ‘ngedot’ diam-diam tanpa tau suster, di
dalam gendongan mama. Ternyata besok paginya aku digantikan pakaian, semuanya
berwarna putih, seperti malaikat kecil yang akan kembali ke surga, aku lihat
bebapa orang mendorongku hingga ke suatu ruangan, dan semua berhenti, diam, aku
melihat mata mama dan papa berkaca-kaca,
kakak memeluk erat pinggang mama, sejenak terekam dalam memoriku, lalu kakek
kemarin bilang “Dia cantik, putih sekali” Aku hanya memandangi mereka
satu-persatu kemudian dibawa masuk ke ruangan, tapi aku bingung kenapa mama dan
papa tidak ikut. Lalu ku pejamkan mataku, beberapa saat setelah dorongan
berhenti, ku buka mataku, terang sekali, ahh aku sudah sampai di surga,
pikirku. Dan kakek tadi muncul lagi, mungkin dia malaikat. Ternyata aku
terbaring dibawah sebuah lampu besar dan banyak membentuk bulatan, aku melihat
sekelilingku, seorang wanita berpenutup mulut mendorong rak penuh gunting dan
pisau. Aku merasa ngeri. Kemudian dia berkata, “jangan dilihat sayang, tidur
saja ya” Tapi aku tetap memperhatikan gerak gerik mereka, lalu aku disuntik,
perlahan aku melihat lampu besar tadi turun dan terus mendekatiku, sepertinya
akan menimpaku, belum sempat menimpaku, aku sudah tertidur. Esoknya aku bangun
dengan tangan kiriku berada di atas
bantal kecil. Penuh gips dan terbungkus perban. Kakek itu datang lagi membawa
kotak berisi mainan pancing-pancingan ikan. Aku ingat sekali, kami memancing
ikan mainan dan tertawa bersama saat itu. Beberapa hari berlalu, setiap hari
aku selalu dikunjungi kakek baik hati itu, dia selalu membawakan sesuatu,
permen, coklat, dan hari itu, dia membawakanku boneka winnie de pooh kecil, dia
berkata “Kalau sudah besar mau kan jadi dokter kayak kakek?” aku mengangguk
saat itu, ternyata itu hari terakhir aku bertemu dengannya. Belakangan setelah
aku besar, aku tau, dia adalah dokter bedah tulang asal Singapura yang datang
ke Pontianak hanya untuk mengoperasiku hingga akhirnya aku tetap bisa hidup
normal seperti sekarang, punya dua tangan. Mungkin 1 bulan lebih aku di rumah
sakit, 1 tahun lebih aku harus menjalani therapy agar tanganku bisa digerakkan
kembali, tak terhitung berapa banyak biaya yang kuhabiskan, berapa banyak air
mata yang tercurah karena ku, berapa banyak waktu yang harus mereka korbankan
untukku.
Kali ini aku terisak, betapa aku
harus bersyukur diberi kesempatan untuk menjadi dokter, kakek, seandainya aku
masih bisa berjumpa denganmu, ingin sekali kucium kakimu, kupeluk erat-erat
lalu berkata “kakek, aku pasienmu yang sekarang akan menjadi dokter, menjadi
penerusmu InsyaAllah”
Aku memandangi kakek yang duduk
di depanku, sampai ia pergi dari ruangan ini, dan menghilang dari pandanganku.
Hari ini aku benar-benar yakin,
semua yang Dia beri dalam hidupku ini adalah yang terbaik. Tidak ada kata
gagal, yang ada hanyalah keberhasilan yang tertunda. Lihat betapa hebat nikmat
yang Dia beri, Dia tunjukkan kebesarannya, Dia tunjukkan semua yang berlalu
selalu ada hikmahnya. Maafkanlah hambamu yang tak pandai bersyukur ini. Mari
tutup lembaran lama, buka lembaran baru, selamat tahun baru 2013, semoga
menjadi insan manusia yang lebih baik lagi, Amin.




















